BAHAYA MAKSIAT


عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Penjelasan mengenai hadits tersebut,

Asy-Syaikh Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithiy hafizhahullah mengatakan, “Maksud dari hadits ini adalah mereka memiliki sifat meremehkan Allah, sehingga terdapat perbedaan antara kemaksiatan yang mendatangkan penyesalan dengan kemaksiatan yang tidak mendatangkan penyesalan bagi pelakunya. Berbeda seorang yang bermaksiat ketika sendiri dengan seorang yang meremehkan Allah, di mana kebaikannya di hadapan manusia merupakan tindakan riya’ meski banyak seperti gunung. Apabila dirinya berada di tengah-tengah orang shalih, dirinya menampakkan amalan yang baik karena berharap sesuatu kepada manusia, bukan berharap pahala kepada Allah. Maka, orang ini mengerjakan amal shalih yang banyaknya seperti gunung, secara lahiriah merupakan kebaikan, akan tetapi tatkala bersendirian dirinya menerjang larangan Allah. Tatkala tersembunyi dari pandangan manusia, dia tidak mengagungkan Allah dan tidak pula takut kepada-Nya.

Berbeda dengan seorang yang bermaksiat ketika bersendirian namun di dalam hatinya terdapat penyesalan, dia tidak menyukai dan membenci kemaksiatan tersebut, serta Allah memberikan karunia penyesalan atas kemaksiatan yang telah dilakukan. Seorang yang bermaksiat dalam kondisi bersendirian namun merasa menyesal dan merasa terluka atas kemaksiatan yang dilakukan, bukanlah dikatakan sebagai orang yang menerjang larangan Allah karena pada asalnya orang tersebut mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, namun syahwat telah menguasainya sehingga dia pun menyesali kemaksiatan tersebut. Adapun orang yang sebelumnya adalah sebelumnya disebutkan adalah pribadi yang berkarakter lancang dan berani menentang Allah.
Namun, kita jangan pernah merasa aman dari ancaman ini karena bisa jadi hati kita tidak benar-benar terbebas dari perasaan meremehkan aturan yang telah ditetapkan Allah ta’ala.-na’udzubillah-

Ikhwani Rahiimani  Rahiimakumullah,

Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata, مَنْ عَمِلَ السُّوْءَ فَهُوَ جَاهِلٌ، مِنْ جَهَالَتِهِ عَمِلَ السُّوْءِ ((Barangsiapa yang melakukan keburukan/maksiat maka ia adalah orang jahil, karena kebodohannya maka ia melakukan kemaksiatan)) (Tafsiir At-Thobari 8/90)

Hakekat kebodohannya –sebagaimana keterangan para ulama- bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya :

-     Tatkala bermaksiat sesungguhnya Allah sedang melihatnya, dan sedang mengawasinya, dan mencatat seluruh perbuatan maksiatnya tersebut

-     Ia bodoh akan akibat buruk yang timbul dari perbuatan maksiatnya tersebut, diantaranya berkurangnya imannya atau bisa jadi menyebabkan hilangnya keimanannya

-     Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut menyebabkan kemurkaan Allah

-    Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut bisa menyebabkan siksaan yang pedih di akhirat kelak (Lihat penjelasan Syaikh As-Sa'di dalam tafsirnya hal 171)

-   Terlebih lagi ia semakin bodoh jika telah mengetahui perkara-perkara di atas, (seperti para penuntut ilmu misalnya) kemudian masih nekat mendahulukan hawa nafsunya. Ia sangatlah bodoh dan dungu takala mengetahui bahwa kenikmatan yang ia rasakan dengan berbuat kemaksiatan tersebut hanyalah sesaat dengan harus merelakan kenikmatan abadi yang ada di akhirat. Semua orang sepakat bahwa orang yang mendahulukan kenikmatan sesaat dan sedikit di atas kenikmatan yang abadi dan berlimpah ruah adalah orang yang bodoh dan dungu. (Lihat penjelasan Al-baghowi dalam tafsirnya 2/184 dan Ar-Roozi dalam tafsirnya  13/6).

Ikhwani Rahiimani  Rahiimakumullah

Untuk membentengi diri kita dari dosa-dosa yang tersembunyi, salah satu tipsnya adalah dengan menghadirkan Khasy-yah (rasa takut) kepada Allah ta’ala, Hal-hal yang menjadikan takut (khasy-yah) kepada Allah Azza wa Jalla:
1. Iman yang kuat terhadap janji Allah l dan ancaman-Nya atas dosa dan maksiat.
2. Merenungkan kejamnya balasan Allah Subhanahu wa Taala dan hukuman-Nya. Hal ini menjadikan seorang hamba tidak melanggar aturan-Nya.
3. Mengingat makna sifat-sifat Allah, antara lain: mendengar, melihat dan mengetahui. Bagaimana anda bermaksiat kepada yang mendengar, melihat dan mengetahui keadaan anda? Jika seorang hamba mengingat hal ini, rasa malunya akan menguat. Ia akan malu jika Allah mendengar atau melihat pada dirinya sesuatu yang Dia benci, atau mendapati sesuatu yang Dia murkai tersembunyi pada hatinya. Dengan demikian, perkataan, gerakan, dan pikirannya akan selalu ditimbang dengan timbangan syariat, dan tidak dibiarkan dikuasai hawa nafsu dan naluri biologis.
4.  Mengingat bahwa jika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, maka akan diganti dengan yang lebih baik buat kita. Dalam sebuah hadits shahih H.R ahmad, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah 'Azza wa Jalla, kecuali Allah akan menggantikannya bagimu dengan yang lebih baik bagimu
Ikhwani fidiin

Akhir kata, semoga penyampaian yang singkat ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu mengontrol dan mengawasi diri sendiri agar selalu berada didalam ketaatan baik ketika bersama orang lain maupun disaat sendirian. Semoga Allah mencurahkan kepada kita taufik dan hidayah agar senantiasa isiqomah dijalan-Nya.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Wa akhiru da’wana an al-hamdulillahirabbil’alamin.


Penulisi.
Sdr. M. Hanivan

Santri Ma'had Ilmi Tap 2016

Editor.
Ust. Abu Umair, BA
Pengajar Ma'had Ilmi

0 Response to "BAHAYA MAKSIAT"

Posting Komentar